AKAL DAN AL-QUR'AN;
penela'ahan konsep keesaan tuhan
Oleh : Rizavan Shufi Thoriqi
Perbincangan mengenai keberadaan dan keesaan Tuhan merupakan perbincangan yang sangat fundamental dalam membangun keyakinan beragama. Karena sesuatu yang fundamental inilah tulisan kecil ini ditulis. Selain itu pula, kitab-kitab klasik yang menjelaskan mengenai hal ini sering kali argumentasi yang dibangun tidaklah kokoh. Sehingga, cabang-cabang dari yang mendasarkan pada pondasi ini menjadi tidak kokoh pula.
Persoalan yang paling mendasar mengenai perbincangan keberadaan dan keesaan Tuhan, manakah yang dapat dijadikan alat argumentasi untuk berargumen tentang keberadaan dan keesaan Tuhan. Diantara alat argumentasi yang digunakan dalam Islam, adalah akal dan al-Qur’an dan keduanya seringa kali disebut dengan dalil ‘aqli dan dalil naqli. Nah, dalil manakah yang bisa digunakan untuk dijadikan alat argumentasi yang shah? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan penting yang harus dijawab dahulu, karena keduanya nantinya akan menggunakan alur berfikir yang berbeda dan yang terpenting penentuan alat argumentasi ini juga menetukan akan kokohnya argumentasi kemudian.
Diantara kitab-kitab klasik, dalil yang banyak digunakan untuk berargumentasi mengenai keberadaan dan keesaan Tuhan adalah dalil naqli disamping juga menggunakan akal. Tetapi yang dari sekian penjelasan dan argumentasi yang dipaparkan lebih banyak mendahulukan dalil naqli daripada dalil akli. Pendahuluan semacam ini, terlihat akal seakan-akan menjadi ta’kid (penguat) dari dalil naqli. Jika nantinya antara dalil naqli dan dalil naqli maka yang dimenangkan tentu adalah dalil naqli. Nah, penjelasan mengenai pendahuluan dalil naqli daripada dalil aqli sangat jarang disinggung, padahal penjelasan ini merupakan yang sangat fundamental dan asasi. Bagaimana tidak, kesana-kemari berargumen menggunakan dalil naqli karena hanya dengan tidak mampu mempertanggung jawabkan pemilihan akan dalil naqli sebagai dalil yang shah dan tidak mampu menjelaskan mengapa mendahulukan dalil naqli daripada dalil ‘akli, maka semua argumentasi yang dibangun menjadi runtuh seketika.
Manakah dalil yang syah digunakan untuk berargumentasi? Dalil ‘aqli atau dalil naqli? Sebelum menjawabnya, akan dipaparkan sekelumit penjelasan mengenai kelemahan menggunakan argumentasi dalil naqli. Diantara kelemahannya adalah:
Membuktikan ada dan esanya Tuhan dengan mengunakan dalil naqli – dalam hal ini al-Qur’an – adalah menyalahi alur berfikir. Sebab ketika seseorang menggunakan dalil naqli sebagai alat argumentasinya, tentu alat ini (al-Qur’an) pun haruslah diimani dahulu kebenarannya. Bagaimana mungkin, seseorang yang akan menjadikan al-Qur’an sebagai pijakan tidak mungkin tidak mengimani kebenarannya. Jika tidak mengimani kebenaran al-Qur’an dahulu, maka bangunan yang dibangun atas dasar pijakan al-Qur’an dengan sendirinya menjadi runtuh.
Sudah sangat jelas ketika seseorang menggunakan dalil naqli haruslah mengimani dahulu kebenaran al-Qur’an. Ketika seseorang telah mengimani kebenaran al-Qur’an disini dianggap pula telah mengimani Tuhan yang menurunkannya. Karena bagaimana mungkin kesana-kemari membincangkan kebenaran al-Qur’an tidak mungkin akan tidak mengimani Tuhan. Karena jika dari awal sudah tidak mengimani akan adanya Tuhan maka secara otomatis pula tidak mungkin akan mengimani al-Qur’an yang mana diturunkan oleh Tuhannya.
Nah, berkaitan dengan persoalan membangun argumentasi keberadaan dan keesaan Tuhan, menggunakan dalil naqli sangatlah tidak mungkin. Jika demikian seseorang dituntut dahulu mengimani al-Qur’an sebagai firmannya sebelum mengimani Tuhannya yang menurunkan al-Qur’an. Ini terjadi suatu paradoks dan itu menjadi lingkaran setan. Bagaimana mungkin seseorang dapat mengimani kata-kata Tuhan (al-Qur’an) padahal ia belum mempercayai ada dan esa-Nya? Sehingga dengan demikian tidak bisa menggunakan dalil naqli untuk dijadikan argumentasi mengenai keberadaan dan keesaan Tuhan.
Membuktikan ada dan esanya Tuhan dengan menggunakan dalil naqli (al-Qur'an) sama saja dengan tidak membuktikan apa-apa. Sebab, ketika berargumen dengan menggunakan dalil naqli (al-Qur'an) bahwa Tuhan itu ada dan esa sementara al-Qur'an mengaku sebagai kitab yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Esa, maka dengan demikian berargumen dengan sesuatu yang masih butuh argumen, yaitu argumen yang dapat membuktikan bahwa al-Qur'an benar-benar dari Tuhan Yang Maha Esa .
Mungkin penjelasan barusan sedikit mengerutkan dahi. Bila sedikit menjabarkan lebih luas sebagaimana berikut. Al-Qur’an yang diklaim sebagai kitab yang diturunkan oleh Tuhan Yang maha Esa, tentu butuh argumentasi. Dan saya kira perbincangan mengenai al-Qur’an apakah benar-benar dari Tuhan yang Maha Esa sudah banyak yang membincangkannya. Tapi disini tidak akan menyinggung hal itu karena sedikit meluas dari tema tulisan ini. Sedangkan keberadaan dan keesaan Tuhan pun membutuhkan argumentasi. Dengan demikian al-Qur’an membutuhkan argumentasi sebagai kitab yang diturunkan oleh Tuhannya. Keberadaan dan keesaan Tuhan membutuhkan argumentasi bahwa Tuhan benar-benar ada dan esa.
Dari alur berfikir tersebut tentu tidak bisa membuktikan bahwa al-Qur'an dari Tuhan Yang Maha Esa sebelum dapat membuktikan kebenaran keberadaan dan keesaan-Nya. Jikalau belum dapat membuktikan keberadaan dan keesaannya, maka bagaimana Anda membuktikan bahwa al-Qur'an dari-Nya? Dia saja belum terbukti, apalagi firman-firman-Nya. Maka membuktikan keberadaan dan keesaan Tuhan dengan al-Qur’an sama saja tidak membuktikan apapa.
Kiranya cukup jelas bahwa dalil naqli tidak bisa dijadikan argumentasi untuk membuktikan keberadaan dan keesaan Tuhan. Satu-satunya alat argumentasi yang tersisa adalah akal. Karena dalil naqli dengan sendirinya sudah tidak mampu dijadikan argumentasi. Akal secara mandirilah harus membuktikan keberadaan dan keesaan Tuhan. Apakah dengan demikian dalil naqli tidak bisa dijadikan argumentasi dalam wilayah aqidah? Tidak, tidak demikian. Ada penempatan-penempatan dimana beberapa wilayah menggunakan akal dan adakalanya beberapa wilayah yang lain menggunakan dalil naqli. Karena persoalan pada kali ini adalah wilayah mengenai keberadaan dan keesaan Tuhan, ternyata akal-lah yang dijadikan alat argumentasi untuk itu sebagaimana uraian di atas ketidakmungkinan dalil naqli dijadikan alat argumentasi keberadaan dan keesaan Tuhan.
Saatnya berargumentasi akan keberadaan dan keesaan Tuhan dengan menggunakan akal. Bagaimanakah berargumentasi dengan menggunakan akal, itu adalah kepiauan anda bagaimana berargumentasi…!!! Benar ada atau tidak…!! Tulisan ini memang sengaja untuk tidak menjelaskan hal itu, agar pikiran anda mandiri untuk berfikir dan tidak hanya menjadi taklid.
Selamat merenungkan…!!!
Maaf jika tulisan ini sedikit mengusik keyakinan, tapi hal itu memang perlu untuk diperbincangkan…!!!
Persoalan yang paling mendasar mengenai perbincangan keberadaan dan keesaan Tuhan, manakah yang dapat dijadikan alat argumentasi untuk berargumen tentang keberadaan dan keesaan Tuhan. Diantara alat argumentasi yang digunakan dalam Islam, adalah akal dan al-Qur’an dan keduanya seringa kali disebut dengan dalil ‘aqli dan dalil naqli. Nah, dalil manakah yang bisa digunakan untuk dijadikan alat argumentasi yang shah? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan penting yang harus dijawab dahulu, karena keduanya nantinya akan menggunakan alur berfikir yang berbeda dan yang terpenting penentuan alat argumentasi ini juga menetukan akan kokohnya argumentasi kemudian.
Diantara kitab-kitab klasik, dalil yang banyak digunakan untuk berargumentasi mengenai keberadaan dan keesaan Tuhan adalah dalil naqli disamping juga menggunakan akal. Tetapi yang dari sekian penjelasan dan argumentasi yang dipaparkan lebih banyak mendahulukan dalil naqli daripada dalil akli. Pendahuluan semacam ini, terlihat akal seakan-akan menjadi ta’kid (penguat) dari dalil naqli. Jika nantinya antara dalil naqli dan dalil naqli maka yang dimenangkan tentu adalah dalil naqli. Nah, penjelasan mengenai pendahuluan dalil naqli daripada dalil aqli sangat jarang disinggung, padahal penjelasan ini merupakan yang sangat fundamental dan asasi. Bagaimana tidak, kesana-kemari berargumen menggunakan dalil naqli karena hanya dengan tidak mampu mempertanggung jawabkan pemilihan akan dalil naqli sebagai dalil yang shah dan tidak mampu menjelaskan mengapa mendahulukan dalil naqli daripada dalil ‘akli, maka semua argumentasi yang dibangun menjadi runtuh seketika.
Manakah dalil yang syah digunakan untuk berargumentasi? Dalil ‘aqli atau dalil naqli? Sebelum menjawabnya, akan dipaparkan sekelumit penjelasan mengenai kelemahan menggunakan argumentasi dalil naqli. Diantara kelemahannya adalah:
Membuktikan ada dan esanya Tuhan dengan mengunakan dalil naqli – dalam hal ini al-Qur’an – adalah menyalahi alur berfikir. Sebab ketika seseorang menggunakan dalil naqli sebagai alat argumentasinya, tentu alat ini (al-Qur’an) pun haruslah diimani dahulu kebenarannya. Bagaimana mungkin, seseorang yang akan menjadikan al-Qur’an sebagai pijakan tidak mungkin tidak mengimani kebenarannya. Jika tidak mengimani kebenaran al-Qur’an dahulu, maka bangunan yang dibangun atas dasar pijakan al-Qur’an dengan sendirinya menjadi runtuh.
Sudah sangat jelas ketika seseorang menggunakan dalil naqli haruslah mengimani dahulu kebenaran al-Qur’an. Ketika seseorang telah mengimani kebenaran al-Qur’an disini dianggap pula telah mengimani Tuhan yang menurunkannya. Karena bagaimana mungkin kesana-kemari membincangkan kebenaran al-Qur’an tidak mungkin akan tidak mengimani Tuhan. Karena jika dari awal sudah tidak mengimani akan adanya Tuhan maka secara otomatis pula tidak mungkin akan mengimani al-Qur’an yang mana diturunkan oleh Tuhannya.
Nah, berkaitan dengan persoalan membangun argumentasi keberadaan dan keesaan Tuhan, menggunakan dalil naqli sangatlah tidak mungkin. Jika demikian seseorang dituntut dahulu mengimani al-Qur’an sebagai firmannya sebelum mengimani Tuhannya yang menurunkan al-Qur’an. Ini terjadi suatu paradoks dan itu menjadi lingkaran setan. Bagaimana mungkin seseorang dapat mengimani kata-kata Tuhan (al-Qur’an) padahal ia belum mempercayai ada dan esa-Nya? Sehingga dengan demikian tidak bisa menggunakan dalil naqli untuk dijadikan argumentasi mengenai keberadaan dan keesaan Tuhan.
Membuktikan ada dan esanya Tuhan dengan menggunakan dalil naqli (al-Qur'an) sama saja dengan tidak membuktikan apa-apa. Sebab, ketika berargumen dengan menggunakan dalil naqli (al-Qur'an) bahwa Tuhan itu ada dan esa sementara al-Qur'an mengaku sebagai kitab yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Esa, maka dengan demikian berargumen dengan sesuatu yang masih butuh argumen, yaitu argumen yang dapat membuktikan bahwa al-Qur'an benar-benar dari Tuhan Yang Maha Esa .
Mungkin penjelasan barusan sedikit mengerutkan dahi. Bila sedikit menjabarkan lebih luas sebagaimana berikut. Al-Qur’an yang diklaim sebagai kitab yang diturunkan oleh Tuhan Yang maha Esa, tentu butuh argumentasi. Dan saya kira perbincangan mengenai al-Qur’an apakah benar-benar dari Tuhan yang Maha Esa sudah banyak yang membincangkannya. Tapi disini tidak akan menyinggung hal itu karena sedikit meluas dari tema tulisan ini. Sedangkan keberadaan dan keesaan Tuhan pun membutuhkan argumentasi. Dengan demikian al-Qur’an membutuhkan argumentasi sebagai kitab yang diturunkan oleh Tuhannya. Keberadaan dan keesaan Tuhan membutuhkan argumentasi bahwa Tuhan benar-benar ada dan esa.
Dari alur berfikir tersebut tentu tidak bisa membuktikan bahwa al-Qur'an dari Tuhan Yang Maha Esa sebelum dapat membuktikan kebenaran keberadaan dan keesaan-Nya. Jikalau belum dapat membuktikan keberadaan dan keesaannya, maka bagaimana Anda membuktikan bahwa al-Qur'an dari-Nya? Dia saja belum terbukti, apalagi firman-firman-Nya. Maka membuktikan keberadaan dan keesaan Tuhan dengan al-Qur’an sama saja tidak membuktikan apapa.
Kiranya cukup jelas bahwa dalil naqli tidak bisa dijadikan argumentasi untuk membuktikan keberadaan dan keesaan Tuhan. Satu-satunya alat argumentasi yang tersisa adalah akal. Karena dalil naqli dengan sendirinya sudah tidak mampu dijadikan argumentasi. Akal secara mandirilah harus membuktikan keberadaan dan keesaan Tuhan. Apakah dengan demikian dalil naqli tidak bisa dijadikan argumentasi dalam wilayah aqidah? Tidak, tidak demikian. Ada penempatan-penempatan dimana beberapa wilayah menggunakan akal dan adakalanya beberapa wilayah yang lain menggunakan dalil naqli. Karena persoalan pada kali ini adalah wilayah mengenai keberadaan dan keesaan Tuhan, ternyata akal-lah yang dijadikan alat argumentasi untuk itu sebagaimana uraian di atas ketidakmungkinan dalil naqli dijadikan alat argumentasi keberadaan dan keesaan Tuhan.
Saatnya berargumentasi akan keberadaan dan keesaan Tuhan dengan menggunakan akal. Bagaimanakah berargumentasi dengan menggunakan akal, itu adalah kepiauan anda bagaimana berargumentasi…!!! Benar ada atau tidak…!! Tulisan ini memang sengaja untuk tidak menjelaskan hal itu, agar pikiran anda mandiri untuk berfikir dan tidak hanya menjadi taklid.
Selamat merenungkan…!!!
Maaf jika tulisan ini sedikit mengusik keyakinan, tapi hal itu memang perlu untuk diperbincangkan…!!!
1 komentar:
PLagiator
Posting Komentar